Selasa, 17 April 2018

NYANYIAN HUJAN (pada Dimas Mihaedja)



Jika angin yang berkesiur dapat kuhentikan
Aku ingin ia pergi jauh
Menggantinya dengan kicau prenjak
Bercerita tentang senja berwarna jingga
Mengusir kabar tentang kepergianmu

Dulu, engkau katakan air laut yang bergejolak
Tak ubah seperti debur jantung
Ketika pelan-pelan asinnya tak lagi bisa engkau rasakan
Senja yang temaram
Berpendar di cahaya lampu taman
Rautmu yang lelah
Dan sungging hambar di mata
Mematik kobar
Memuntahkan segala pengandaian;

"Sebentar lagi aku akan pulang. Warna langit sudah semakin berat menata angin. 
Hujan akan tercurah. Tapi yakinlah, lamat-lamat bumi akan hening. 
Lalu menguapkan sepi yang paling sunyi; kematian" ujarmu di bawah akasia yang baru kembang

Derai tawa tumpah ketika itu
Entah untuk siapa
Di bilik kerut yang berlapis
Matamu mengeryit;

"Seorang penyair harus pandai merangkai kata
Bahkan kentutnya pun wajib jadi puisi
Biarkan semua hidung mengendusnya, pertanda kentutmu punya arti"
katamu
Ahai!

Ah, malam ini aku jadi sangat rindu
Nyanyian hujan yang kau puisikan
Adalah isyarat serangkai tangis
Menuju rumah keheningan
Biarlah dekur merpati
Menjadi rahasia yang harus kupecahkan
Karena engkau tak sempat menjelaskan

/05042018



#SelamatJalan penyair Indonesia, Prof. Dr. Sudaryono Dimas Arika Mihardja Qi Cuex. Sahabat, guru, ayah yang ramah, humoris, dan baik hati.
*Semoga Allah SWT ampunkan segala hilaf dan dosanya, dilapangkan alam kuburnya, diberikan kesabaran sanak keluarganya. Dan husnul khotimah.
Al Fatihah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar