Kamis, 02 Oktober 2014

MANTRA UNTUK PRESIDEN



         
tak
    tak
        taktaktak
tak
hummm kum sekukum purakrai
     jeruju sugu banglai batu
         banglai sepasak bumi
            banglai sepasak itam
               banglai sepasak paku
hummm tak taktak

tetak sebuku tetak sepasung tetaktetak sebilah tetaktetak sebatang tetaktetak sekilau sekilat sepasat sepisan se se se yapyap siyap abang siyap kuning siyap sepetri  siyap pengiran bemata dewa       puuuh…

den
telah kuhembuskan pekat dupa
kupanggil roh segala roh nenek moyang yang meramu negeri ini
dalam cercah darah yang menggenanggenang
den
telah kurasuk jiwamu
kubawa melayang ke hutan, ke air, ke laut, ke gunung, ke bukit,
ke lembah yang membentangbentang

buka matamu
beribu tubuh kecil menggigil  menjajak kaki tanpa alas
makan gadung, ular, babi, tikus,  monyet, anjing, cacing,  kucing, pasir, dan batu
menyeruput pekat lacak, limbah, sampah yang menggenanggenang
den
atau perlu kumatrai  pelepahpelepah nipah
daun lontar, dindingdinding cadas, dan lembah
atau biarkan berdingin berpanas benjamur
lalu melebur menjadi fosil
batubara
minyak mentah
lalu hilang berkilangkilang  

tak
    tak
        taktaktak
tak
hummm kum sekukum purakrai parai jerujai jelai
taptap sirap  ketipak panggar besi, besi betipak hummmm
sadarlah!
tak


/Toilet, 2309214

YANG TERHORMAT BAPAK PRESIDEN


/ l /
yang terhormat bapak presiden
aku perempuan dari pulau  bernama Swarnadwipa
perihal kebangsaan hari ini tanggal ini tahun ini
berparaf dengan nama terangku, Sutina
canangkan siaga satu!
waspadai badai mafia penggerus negeri yang asyik bergoyang kaki di mejameja makan, di hotel, di taman, di kereta, di pasar
sambil menghisap cerutu, menyeruput jus pinang,  dan sekerat  apel matang  untuk penyegaran

/2/
yang terhormat bapak presiden
aku perempuan dari pulau  bernama Swarnadwipa
perihal kebangsaan hari ini tanggal ini tahun ini
berparaf dengan nama terangku, Sutina
bawa  republik  ini ke UGD segera!       
UUD 1945 dan Pancasila  tengah kritis
setelah berhari, berbulan, bahkan bertahun didehedrasikan  
filosofis dihambarkan  pluralisme republik digaringkan


/3/
Ah!! yang terhormat bapak presiden
aku perempuan dari pulau  bernama Swarnadwipa
perihal kebangsaan hari ini tanggal ini tahun ini
berparaf dengan nama terangku, Sutina
canangkan semboyan Bhineka Tunggal Ika!
bangkitkan realitas ke-Indonesiaan dalam kebersamaan bukan persatuan dalam keseragaman



 /Bumi Silampari, 16 092014

Selasa, 30 September 2014

SRIWIDJAYA


‘Hoiii…turunkan layar, arahkan kemudi ke  uluan. Takkah kau lihat riak dedaun  yang menghilir bersama air, pertanda kesuburan di rimba raya Swarnadwipa . menelusur di sungai Pan Jang yang meliuk dari gunung Dempu, rimba Citraloka-Besemah raya tengah menunggu, yang berjajar di lembah dan pinggang bukit Barisan”

Suara itu menggelombang  di Musi yang luas
berundak gaduh di punggung Pai Li Bang sang Tiongkok dan  Sunan Gunung Jati
menegakkan alif hinggah ya pada setiap jengkal tanah  milik  Dapunta Hyang Sri Jayanaga
Sriwidjaya!

lembah pun berkelindan
menyimpan sepi situs-situs peradaban di kampung bunian
digali tak tergali
Sriwidjaya hening diam bermoksa di muara sepi



/Palembang,15092014

BIARLAH

biarlah
akan kutulis segala benci yang bermuara padamu.
akan kupinjam runcing bulan sabit
menorehkannya hingga luka dan berdarah
dan kau pun tiada


/30.09.2014

PERGILAH

rasanya baru kemarin, menikmati indahnya gemerisik daun bambu dan desir kabut dusun kita
lalu kita telusuri jalan yang menarikan dingin
kita pun berteduh pada rindu yang merimbun hingga pagi
aku tak salahkan matahari yang datang dari timur, menepis kabut menjadi terang
tapi setidaknya cahaya telah menjawab segalanya
gemerisik itu haya kamuflase
menguntai ketika senja tiba
maka selamat tinggallah



 /29.09.2014

MANA MUNGKIN

bukankah sudah kita simpulkan temali yang mengusut petang itu
mana mungkin ia akan mengurai secantik dulu
kau harus paham itu

27092014

SUARA KANAK-KANAK

bunda
bagaimana bentuk Indonesiaku esok?
di televisi semua bicara soal politik, hukum, korupsi
meliar  menutupi rumput-rumput tempat kami bermain karet, egrang, gasing, layanglayang,
dan kejarkejaran setiap petang.

dunia kita makin sempit, ya bunda
esok kemana aku harus buka lapak kalau semua sudah jadi gedunggedung tinggi, hotel, mall, tempat hiburan yang tentu saja aku tak sanggup bayar
sungai-sungai saja sudah jadi bahan dagangan, buktinya outbond itu merampas bibir sungai yang dulu tempat lami bercengkrama, mandi bersama, mencari udang , ikan, dan batu-batu cantik warnawrna 

kalau besar nanti aku ingin jadi pegawai negeri, aku harus punya duit banyak bunda ya
abang Aga bayar dua ratus juta untuk jadi polisi
kata bapaknya untuk jadi orang sukses itu harus pakai uang
Makanya rumah, SK pegawai, kebun, sawah ia gadaikan

esok aku harus bagaimana bunda?
cari duit kemana ya, biar aku bisa jadi pegawai, punya motor, mobil, rumah mewah?
sementara bunda tidak punya SK untuk digadaikan, tidak punya sawah, tanah, kebun, untuk di jual 

ah, bunda, aku harus jadi apa?




29092014

PADA PUTIK

bungakanlah mimpi-mimpi kita yang belum selesai
balurlah bersama kabut, dan putikkanlah


/026092014

JENUH

cukuplah hening bukit ini saja bercerita tentang bulir-bulir padi harapan yang tak sempat kutetas bersamamu
maafkan, aku sudah sangat jenuh menunggu
sembari menyiuhkan pipit yang terbang meraya di hamparan sawah
izinkan aku bersendiri
memaknai cahaya yang berpendar setiap pagi


/ 25092014
.@Suatu hari di Merasi

LELAH

sudah kupilin hingga berbuhul
akankah kau kembali mengusik setelah jauh tertinggal?
kau salah sayang
sepanjang apapun
securam apapun
setinggi apapun
jalan yang terbentang akan sampai pada unjungnya
di sinilah tempatku berpikir

        - kembali atau berhenti?-

kupilih untuk berhenti
jangan paksa aku untuk kembali
aku ingin istirahat
memaknai perjalanan yang melelahkan


 22-92014
@Catatan Gaun Surti yag belum selesai.

MEMAPAS RINDU

kupapas rinduku yang mengalir riang di sungai Musi
di pulau, catatan jiwa berserak
menumbuhkan rindu kembali untuk menapak




 22/9
.@Off kudai dengan waktu ye dide ditentukah.Cau!!

MEMBUNUH PAGI

maka, akupun bercermin;
kutemukan wajah kotor dan kusam di balik selimut beludu berwarna biru
kuurungkan mimpimimpiku
kubiarkan melebur bersama hujan yang mulai mengucur di kotaku



@21/9 2014

CATATAN SURTI

Tenang, diam, dan duduklah
Rapallah kembali catatan-catatan yang belum sempat kau aksarakan
Mumpung bulan belum penuh sempurna
Sebab, jika pungguk telah berdiri di tepi telaga, kau akan terganggu dengan dengkurnya yang memburu
Ambilah ranting, patahkan bagian yang lancip
Hati-hati, jangan sampai terluka
Sentuhkan saja jemarimu yang lentik, lalu tulislah 'kau sudah kukubur, jauh sebelum kau mati' Jangan hiraukan angin dari selatan, utara, timur, atau barat
Sebab, jika panas sudah memanggang, maka akan hadir fatamogana
Kau pun akan kembali terluka
Kau harus yakin, bukankah bersendiri itu lebih baik?


/ 16092014
@Catatan Gaun Surti yang belum selesai.

PEREMPUAN BERKERUDUNG ITU

engkaukah perempuan yang berkerudung itu?
yang muncul di remang kabut, ketika matahari tergelincir
melukis-lukis bilikku yang berdinding hitam
membiarkan aroma melati meliuk, seirama dendang melayu yang dihembuskan angin dari pulau
ah, maafkan aku
jika detak-detuk jantungku mengusikmu
kau selayak Siak yang diam menghanyutkan
aku pun menghilir
menikmati secuil waktu yang tersisa
bilakah aku dapat mendekap dan berbaring rindu di pangkumu?
seperti ketika Amak meninabobokan aku hingga lelap
membungakan mimpi-mimpiku sampai pagi




@ Pekanbaru-Palembang 14-15092014

KUPELUK COKLAT MATAMU

kumekarkan senyum
kutatap bibir tipismu merekah menyapa pagi yang baru tumbuh
kupeluk  coklat  matamu
engkau  bagai maghnit
menyeretku
aku pun mengeliat
seiring riak Siak yang menghilir
suara azdan yang memanggil membuatmu beranjak
kau tepis  binar mata yang kagum menatapmu
kubiarkan punggungmu berlalu di antara semak berbaju ungu

duhai
kubayangkan engkau rukuk rebah
khusuk di atas sajadah
ruah dalam doa
sementara aku seperti ranting
disisihkan  Siak ke tepi



.@Istana Siak 14/9/2014

KU INGIN KATAKAN, AKU SAYANG PADAMU

di dahandahan yang menjulur sepanjang malam
aku menatapmu
selayak gadis kecil yang manjah
meringkuk, mengepit tangan di paha
melawan lembab gigil hingga ke tulang
duhai gadis kecil
kuingin membagi kehangatan lewat jemarimu yang halus
kuingin malam tak berburu jelang siang
aku masih ingin menggenggam jemarimu
mengelus telapak tanganmu

kau lihat?
bulan yang separuh tersenyum
menggamit getar yang tumbuh dihatiku
aku ingin katakan jika aku sayang padamu


/Lintas Timur Sumatera. 15/9/2014

KITA HARUS BERPISAH

ada yang hilang ketika angin kencang membawaku ke hulu
gedung, pohon, dan hutan bergemuruh
seakan meneriakkan kegalauan yang  tiba-tiba
kita harus berpisah
setelah langkah letih kita berserak di sepanjang jalan
di dermaga PUSRI
di Pulau Kemaro
di atas sampan
di kemacetan jalan raya
di lorong-lorong Pasar 16
di bawah jembatan AMPERA
di tepi pelabuhan Musi yang sibuk
menyeruput jeruk hangat
menikmati tekwan
dan buah duku yang baru musim
Selanjutnya akan menyimpulkan 'rindu-rindu'


@Bumi Sriwijaya-15092014

KEMARO BEPUISI

musi surut
ketika kerinduanku yang memutih
beriak pelan di buritan perahu yang membawa kita ke pulau Kemaro
di sana kita teriakkan nyanyian jiwa pada alam; pagoda, rumput, pohon, angin, air dan lacak
enceng gondok yang mengapung turut berpuisi
menyairkan sajaksajak pada ujung daunnya yang hijau


.@Pulau Kemaro, 15092014

LUMBUNG YANG TUMPAH

langkah pun harus berakhir
setelah sepekan menuai padi bernas yang menghampar di sawahsawah
lalu mengumpulkan padi yang menggunung itu ke lumbung
entahlah, apakah aku mampu mengiriknya setelah berpanas, berdingin
memaknai setiap cucuran yang berbicara
lalu membawanya pulang ke kampungku yang sepi

langit Lancang Kuning mulai meredup
melepas langkah-langkah pandak yang beringsut lesu
ada kegalauan yang meresah
melihat altar sawah yang riuh, tiba-tiba hening sepi
meja, kursi, dinding, dan tirai di hotel Pangeran melambai lesu
akankah waktu kembali menyemai benih di sini?
entahlah
sewindu, dua windu, atau berwinduwindu akan mengental
menguning lalu mengkristal dalam gubukgubuk pengganti lumbung yang tumpah


 @Pekanbaru, 14092014

MIMPI DULU

kuukir kembali mimpi usang yang menggaris keruh di Siak
lama sekali bumi Lancang Kuning mengental dalam kalbuku
aku rindu pada hikayat Dang Merdu, Hang Tuah,Gurindam Dua Belas Raja Ali Haji
dulu, dulu sekali
di bumi Lancang Kuning  aku pernah tenggelam
berkubang dengan kemelayuannya yang kental

ah, nyaris kulupa  dendang syair yang kerap menghantarkan lelapku kala rindu kampung lahirku

@Istana Siak, 14092014

MEMBACA

telah kukatamkan
membaca catatan-catatan yang menguntai di langit Negeri Bertuah dengan sempurna
beduk yang menggema di sudut kota tempatku pernah singgah dan bertapa, seakan menjerit. mengingatkan aku untuk kembali pada khusukku yang terganggu
jantung pun berdetak pelan
menari dalam irama lembut mendayu
pintu telah kututup rapatrapat
agar tak terusik angin nakal yang semilir dari sungai Kampar



.Pekanbaru, 9 Sepember 2014.

PADA SAHABAT KECILKU

aku dapat rasakan lewat getar suaramu, sahabat
tatapanmu yang kosong, merangkul beban yang maha berat
aku tahu itu

'Apa yang bisa kulakukan? Sementara lembar-lembar pahitmu sebagian adalah milikku
Akupun merasakan betapa sulitnya keluar dari persoalan pelik itu seperti memasukkan jarum di tengah gelap.semua terasa tidak mungkin'

ah, sahabat, betapa hidup ini penuh warna
kita tak pernah harapkan laman kita carut-marut bukan?

"Biarlah semuanya kan kubawa sampai mati. Bahkan akan kubangkitkan setelah mati" Ujarmu putus asa

aku hanya diam, menatap ularularku seperti turut meliuk melilitmu


  /Silampari, 6092014
@pada sahabat kecilku

PEREMPUAN-PEREMPUAN

Membaca PM seorang sahabat;
 "Sudah sarapan getuk, plus tiwul, plus apem, dilajutkan menjadi Inem"
Imajinasiku meliar
Bermain pada kodrat seorang perempuan yang 'berkubang' pada kesibukan-kesibukan yang tak ada habisnya
Maka 'a' hingga 'z' akan menjadi manik-manik yang berserak hingga sulit dipilih dan dipilah
Oh, perempuan


  /Silampari, 4092014
@Perempuan-perempuan.

LUKA SUTINA

denting senar yang mendawai di dada semakin lama semakin sumbang
gelisah memuncak pada rasa nyeri
ah, entahlah
kemana kan mencari obatnya
sementara udara gigil menganakkan peluh

Sutina mulai melangkah goya
menembus kabut dengan perasaan luka



 /Silampari. 3092014

BULAN ITU NAKAL

bulan sabit itu kelihatan tumpul di ujung daun mangga yang menguntai
aku berusaha mencari rautmu
ah, angin kadang memang nakal
gemerisik daun sengaja dibuat gaduh untuk membuyarkan rautmu menjadi pecah seribu


 /Silampari, 2092014

HARAPAN PADA PAGI

Selarik sinar lesap dalam kabut
Kutitip saja harapku pada pagi
Biarlah gerimis menyimpannya hingga malam
Dan aku akan selalu bermain dengan huruf-huruf yang berserak
Merangkainya satu-satu, lalu kan kusulam menjadi tirai penghias dinding yang masih kosong




 /Silampari, 2092014

CERITA SUTINA

Mendekati bulan September kerap kali turun hujan
Seperti senja ini
Langit sudah mulai gelap
Sebentar lagi bumi akan kuyup seperti sang gadis usai mandi
Sutina masih duduk di jenjang tangga
Sekelumit catatan pahit telah dilipatnya kecil-kecil
Entah mau diapakan
Disimpannya rapi, atau dibuang saja
"Bukankah sudah kuingatkan sebelumnya, mestinya begajul itu tidak perlu kau beri hati. Aku kan sudah bilang. Tidak hanya sekali, Sutina." Suara berat Karni tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya. Sutina hanya merunduk menatap ujung jari kakinya dengan mata basah




/Lubuklinggau, 31082014

CATATAN SUTINA

"Kau memang bajingan!!! Kau boleh tersenyum bangga, dan menganggap ini sebagai kemenanganmu. Kau boleh merasa paling hebat dan merasa menjadi seorang penakhluk. Kau boleh saja berkoar pada langit, bahwa kau seorang Arjuna, disukai semua wanita. Tapi bagiku, kau tak lebih dari tahi kuku! Puih!!" Nada Sutina mulai meninggi. Matanya mulai merah menatap nanar pada punggung lelaki yang untuk sekian kali membuatnya benci.

 

 /Silamapari, 29082014
@ Cerita Sutina yang belum selesai.

PADA PUTK 4

(pada putik)

Detak jantung yang berdenyut di lembah hutan dan bukit
kadang seperti ombak yang berderai menghempas-hempas pantai
Waktu terasa lamban sekali menuju esok
Aku rindu raut dan sinar bola matamu yang hitam


 /Lubuklinggau, 28082014

CERITA TENTANG WAKTU

Ah, kau tak usah risau
Jejak-jejak kecil yang telah melukis malam, dinding-dinding kamar, tirai kabut dan hujan akan selalu memuisi
Di sana tetap tersimpan inspirasi yang akan menguntai di setiap lincak jenjang tangga, jendela, dan pintu yang tersingit
Lalu batu-batu kecil dan deru air dari bukit
biarlah tetap bergemuruh
selayak lagu alam yang sengaja diperuntukkan pada padang harapan yang serut
membelukar, mengutan, merimbun lalu gelap memekat


Lubuklinggau, 24082014
@cerita Sutina pada waktu.

PADA PUTIK 3

Kita adalah perahu-perahu kecil yang tengah mengarungi laut lepas
menuju kemukus yang akan kita petik cerlangnya untuk dipersembahkan pada bumi
Maka, tebarkan sauh seluas-luasnya, manisku
Esok atau lusa kita akan sampai pada peraduan
buah sebuah kesabaran


 /Lubuklinggau, 24082014

PADA PEJUANG KEHIDUPAN

Nikmati segalanya
Jangan biarkan degup kencang di dadamu menjadi gelisah kanak yang lalap menggali kehidupan di puting susumu
Sebab, tajamnya padang tempat kalian terdampar, sudah cukup untuknya berteriak;
 "inilah duniaku ketika tangis pertamaku melolong, bersama kehidupan baruku, tanpa sentuhan ayah yang menitiskan benih dan menjadi aku". 

 Andai bisa dipinta, jangan ada hujan petang dan malam ini
Agar kau dan dua balitamu dapat sedikit saja menatap terjalnya jalan yang akan kalian lalui bersama


 Yos Sudarso, 23082014
@pada perempuan muda "penjual kembang api' pejuang kehidupan.

MENGUBURMU

Sebatang ranting patah, menyisahkan serut tajam yang menyemak di daun asa
Secarik sinar menggeliat, menghantam gelombang jiwa hingga tersungkur
Jangan lantunkan lagi lagu sendu, selayak padang yang rindukan rintik hujan
Atau kau taburkan embun seperti lembah mengimpikan mata hari
Sebab risauku telah memberangus semuanya hingga ke akar
Baiknya kugali saja tanah, mengubur tentang segala, hingga bayangmupun tak berupa




/Lubuklinggau, 23082014
@Cerita Sutina

MENEPISMU

tingkap jendela itu terbuka sudah, setelah renyai basah merembas diam sekian lama.
Baiknya kutepis saja, agar gaunku tak kotor kena biasnya


/Silampari, 22082014

CATATAN PADA PUTIK 2

Di kamarmu, masih tersisa aroma tubuhmu
Aku risau membuka tingkap jendela yang sekeping
Aku khawatir angin nakal menghapus aromamu yang lekat di dadaku
Pigura kanak-kanakmu mengingatkan aku pada manjah dan lucumu
Duh, gadis kecil itu sekarang sudah menjadi besar dan memiliki tekat baja untuk mengubah diri
menujukkan pada dunia 'aku bisa'
Catatan-catatan kecil riang menggantung dan bergoyang dalam zikir
Mengaminkan setiap aksara yang kau ukir\
Suara legkingan isengmu menggoda putri berambut panjang, bergantian berteriak di dindingmu yang ramai
Hei! setumpuk boneka  lucumu diam membisu, seakan bertanya 'mana tuanku mama?"
Gadismu tengah berada pada satu tempat yang akan menempahnya menjadi 'ada


/Lubuklinggau, 21 Agustus 2014
'@Catatan Sutina pada Putik.

CATATAN PADA PUTIK 1

Bulan yang separuh belum sempurna, kasihku
Tapi hati kita seperti dikerat dalam kegelisahan yang kerap mengubun
Ah, baiknya kita hiasi saja rasa rindu kita dengan dawai-dawai bintang yang berpuisi dari timur
Membiarkannya mengerlip meski tersapu awan hitam
Bukankah kita berjanji akan selalu teguh dan tangguh?
Mari kita nikmati detak nadi yang kadang berdebur kencang seperti ombak
yang kadang teduh seperti telaga
Terkadang mendesau seperti padang ilalang
terkadang hening seperti rimba
Sebab disanalah kita akan merasakan indahnya sebuah kebersamaan


Lubuklingau, 21 Agustus 2014


YAKINLAH

 (pada putik)

Kita tengah melintas di jalan lacak berbatu
Mari kita nikmati, kasihku
Karena sang Maha tengah menuntun kita ke sana. Ketepian
Apakah kita senantiasa tetap bersyukur meski peluh mengucur dan sangat lelah?
Yakinlah, pada akhirnya kita akan sampai pada peraduan tempat kita sama berteduh



/Lubuklinggau,1908204

KEMERDEKAAN DULU

Dulu, menyambut 17-an sama sibuknya menyambut hari raya
Bakku akan mengajak anak-anak kecil dan remaja beramai-ramai membuat bendera merah putih dari kertas minyak, lalu menyilangkannya ke sepanjang jalan Talang Jeruk kampung lahirku
Kakakku bersama temannya akan membuat meriam dari bambu, bedilan dari kayu, lalu pawai sepanjang jalan sembari berteriak "Merdeka!!"
Lagu-lagu kebangsaan akan menggema sepanjang gang
Pagi-pagi sekali Umak akan menyiapkan sarapan lontong istimewa
Lalu antusias membawa kami untuk berdiri di pinggir jalan raya, menikmati lomba gerak jalan indah dan pawai budaya
Ah, itu dulu 35-an tahun yang lalu
Ketika darah juang masih mengalir murni dan belum terkontaminasi

 /Lubuklinggau, 18082014
 @Kenangan masa kecil.

MERDEKA YANG TERLUKA

 /1/
Ah, aku sampai lupa jika ibu sudah sepuh, 69 tahun
Kucari-cari apa yang bisa kuperoleh di sela jemari ibu
Aduh! jemari itu lengket dan kotor
Beribu wajah kusam menyelip di sana
Korup yang tengah berbuga raya
anak kehilangan jati dirinya
taman pendidikan gelisah mencari kekarakterannya
si kecil menagis dengan perut kerontangnya
si miskin sibuk 'nyontang' mimpi-mimpinya
Kusibak rambut ibu
Masyaalllah..penuh koreng dan bernanah
Baiknya akan kuapakan ibu?
Apa kukubur saja?
Karena aku sudah terlanjur durhaka.


/2/
Kita tengah disiapkan untuk menjadi pendurhaka!
Berlahan namun pasti menghapus siapa yang berdarah dan merenggang nyawa untuk negeri ini
Pahlawan hanya tertulis di buku-buku kusam yang kelak akan jadi prasasti
Sederet nama akan mati
lalu dibiarkan lapuk, berlumut, dan akhirnya lebur, melesap ke bumi
Akupun ambil bagian menjadi pendurhaka

 /Lubuklinggau. 18 Agustus 2014

TEGARLAH

mari kita pinjam keteguhan karang
meski diterpa ombak dan badai siang malam
ia tetap akan berdiri tegak dan selalu tegar menatap matahari
atau kita pinjam kelenturan pohon bambu, meski diterpa angin dan hujan, ia akan terus mendesau meliuk mengikuti gelombang angin, tanpa harus terlepas pada rumpunnya
atau kita pinjam kelembutan embun, meski kering ketika bersentuhan dengan matahari, esok ia akan kembali muncul dengan kesejukannya
maka tegarlah!


 Lubuklinggau, 15082014
@belajar pada perjalanan putik

/

JARINGLAH MATAHARI

(putik)

bentangkan sauh, jaringlah matahari
mekarkan impianmu, manisku
bukankan kita telah siapkan warna-warni yang akan kita kuaskan pada dinding-dinding hari?
kita akan lukis siang dan malam dengan tasbih, tahmid, dan tahlil
kita akan lukis hati kita dengan kalimah Laa Ilaaha Illallah


/Lubuklinggau, 15082014

KITA

 (Putikku)

kita tengah menikmati sepi yang menari di tiang-tiang
di langit-langit
di rumpun kembang
jalan kecil yang melorong di hati kita
lalu angin malam akan mengantarkan kerinduan
selanjutnya kita muarakan untuk bersegera sua
jagan hiasi kunang-kunang dengan tangis
tapi tersenyumlah, kerlip tubuhnya adalah isyarat denyut jantung yang harus kita jaga


 /Lubuklinggau, 19082014

SEPI

 (pada putik)

ah, pintu sepi itu mulai menguak
menyajikan aroma kerinduan yang tak hanya berputik
namun telah mekar meraya-raya
selanjutnya laut, bukit, gunung, dan hutan akan mendawai sendu dalam waktu yang lama
entah berapa purnama, mungkin berpuluh hingga menetaskan tahun
tapi aku dan kau harus belajar pada rumpun bambu
meski diterpa angin dan hujan
tetap bertahan dan gemulai dengan akar yang berpaut teguh





/Lubuklinggau, 13082014

BERLAYARLAH

 (pada putikku)

sudah waktunya, aku harus membiarkan perahumu berlayar mengarungi laut lepas, anakku.
kembangkan layar, arahkan angin menuju pulau impianmu
jadikan debur ombak, derai hujan, dan kencang angin sebagai sahabatmu
gulunglah sekoci, kala badai menerjangmu
kau harus cekatan,manis
arahkan kompasmu pada kiblat yang akan menuntunmu hingga ke tepi
bentangkan sajadah, sujudlah
karena di sana beribu aksara yang harus kau jadikan matra jiwa
berlayarlah



/Lubuklinggau, 12 Agustus 2014

TERSENYUMLAH

 (pada bidadariku)

tersenyumlah
matahari masih masih bersinar bukan?
meski sedikit mendung, namun tetap memberikan kehangatan
lihatlah
burung-burung kecil di pucuk daun salak masih rincah terbang ke sana ke mari
meski pohon itu berduri, sang induk masih sibuk membuat sarang di sela daun
untuknya bertelur
mengerami
lalu menetaskan anak-anaknya
generasi yang kelak akan menjadi penerusnya
itulah bidadariku
alam telah banyak memberi pelajaran
untuk kita
untuk orang-orang yang berpikir
mari, kita melangkah sedikit saja
untuk membaca alam berikutnya


/Lubuklinggau, 11 Agustrus 2014

PERJALANAN KECIL

 (pada bidadariku)

Ingin mengecup keningmu
membelai rambut dan punggungmu
lalu membiarkan tangismu kembali tumpah di dadaku

Ini baru perjalanan kecil, sayang
masih panjang tapak yang harus kita titi
tidakkah kau lihat perjak kecil yang hinggap di pohon sawo halaman rumah kita?
meski tak dapatkan ulat dan serangga untuk dimakan
namun suaranya masih nyaring merdu
menyanyikan lagu alam terindahnya
sebagai ungkapan jiwanya yang tak pernah kosong
mari, kita sujud bersama
karena tangis yang paling baik adalah tangis ketika kita bersyukur atas apa yang diberikanNya pada kita.


 /Lubuklinggau, 9 Agustus 2014

KEMULUS UNTUK BIDADARIKU

bidadariku
lihatlah hamparan padi di sawah kita masih menguning
mari kita nikmati riang pipit yang terbang ke sana ke mari
berteriak gembira menyambut bernas padi
di beranda dangau, kita tunggu malam tiba
karena kemukus sebentar lagi akan berbagi memberikan cahayanya
dan hinggap di bubungan rumbia dangau kita
maka tersenyumlah





/Lubuklinggau, 8 Agustus 2014

RINDU

cahaya yang menyisip di dinding rumah telah pudar
awan hitam telah menyapu segalanya
sepertinya tidak perlu ada penyesalan
baiknya menghidupkan kembali tungku yang rindu bara untuk pendiangan.




/Lubuklinggau,  8 Juli  2014
*Catatan Sutina.

Bunga yang setangkai telah kutitip pada hujan.

Bunga yang setangkai telah kutitip pada hujan.





 6/8

SAWAH KITA

hamparan padi di sawah kita rebah basah diterpa hujan angin tadi malam
sementara Bukit Batu di belakang dangau, tetap saja berdiri dengan angkuh
ambilah tuai, kita harus segerah menyelamatkan butir-butir kehidupan yang terendam


@ Merasi Pagi Ini.2014