Sabtu, 14 April 2012

AKU ENGGAN


Aku enggan untuk kembali bercerita
tentang keakuan dan kebodohan
yang menggadai senutai sipu demi satu keyakinan
muskil
biarlah ia melesap ke dalam laut

seperti senja itu
bersama angin buritan yang tak bersahabat
mengantarkan geram malamku


Aku enggan untuk kembali menyapa
tentang seutas temali rapuh yang bertaut diujung tumpul
biarlah segala sesak ku kulum
lumat
dan menguburnya ke dalam bumi
bersama gigil sepi matiku


Aku enggan untuk kembali bersuara
atau melukisnya dalam kata
karena semuanya  'tlah ku usir  jauh
meliuk bersama asap menuju awan
dan kau pun ada dalam tiada



                                                             /Bumi Rafflesia, 16 April 2012



PENERIMAAN


Mencibir bibir pada tangkai nasib
menggelantung
terkulai
dan tercampak

Pada lembah  penerimaan tak
jerit membelatung
mengurai
mengaung diam dengan sayap hampa


Mata mengernyit pada putik keputusasaan
ahai, berdendang
memencar
berderai
menggingit daging kehambaan
hitam berkabut di atas kelam
sakit menggilas keperihan

Akhirnya serah jua
pada yang empunya kuasa
dan semua ada di tanganNya
dan aku pasrah


                                                /Bengkulu, Dini hari 2012



SENANDUNG PAGI HARI


Pagi lembab
Mengerling pada satu tautan biru
Menyingkap tirai rindu
‘tuk selalu menatapmu

Satu
Kuingin dengar candamu
Yang lembut mendayu
Membukus kalbu dalam diam
Lamat
Menyongsong satu kehangatan
Sekejap saja

Di atas awan ku gantung asa
Tak satu sentuh kemunafikan
Membalur keikhlasan
Meski bersewajah tak kan tiba entah sampai kapan

Oh biarkan ‘ia’ bersenandung dalam gelisah dan resah
Memacu andrinalin yang bertandang
Dalam getar benang kehangatan
Meski hanya terjalin dalam kata
Yang bertaut menyisip dada


                                                                                    /Lubuklinggau,29 Maret 2012



MIMPI KITA

Kutapuk pucuk dedaun yang merimbun
Berbenih cahaya cinta
Gemerlap di altar maya
Di sana kau dan  aku becengkrama
Mekar dan berbunga

Ahai,
Tlah kau dan ku rangkai tembang cinta
Lamat, mendesah
Menerjang lautan nan maha
Melintas entah berapa Selat dan Samudra
Menggiring asa
Yang tersulam di dinding-dinding hari
Bertabur bintang dan pelangi

Rindu terkapar
meniti masa yang berlari
kau dan aku bermimpi

Biar ku ulur  seutas jemari
‘tuk simpul gelisahmu yang beku
Sebab pucuk Kelud pun tahu
Pada setiap  kerat tapak
Yang kita titi ditepian curam dan berduri

Meski jauh terbenam dalam angan
Kita biarkan sesat dalam kesadaran
Cinta tak patuh dengan jarak dan waktu
hasrat  pun tumbuh
 menyentuh tak tersentuh

Biarkan selimut rindu mekar
Dan rimbunnya  gelisah terus bernyanyi
Menunggu esok pagi

                                       /Lubuklinggau, 26 Maret 2012

 *pada yang ada di lembah Wilis & Kelud


AKU BENCI

    
Aku mulai membenci malam
Seperti saat kutapaki jejalan bisu
Karena terlalu pekat untuk kutatap
dalam kuyu

Aku mulai membenci pagi
Seperti saat kutapaki tetangga beku
Karena terlalu silau untuk kusapa
dalam gerah

aku mulai mebenci malam dan pagiku
karena membuatku terkapar dalam diam, kaku dan bisu
aku mulai membeci semuanya
karena tak kutahu kemana kan ku labuh rasa


                                      /Silampari, 11 April 2012



HARAPAN USANG


Mengangkangi malam
Rasa pun meringkuk dingin
Pada altar “sweet home”ku beku sunyi

‘tlah lama ku nanti di sini
Dalam sejak rindu;
menguas dinding dada yang kempis
meski kerap ku tepis, atas sebuah asa
datang jua dalam kerabunan
menyisir hari yang bergulir

          ‘oo…ingin kubunuh muskil yang menyisip sakit’

Pada angin, hembuskan sejukmu ‘tuk usir gerahku
Pada hujan, kuyupkan aku ‘tuk usir gersangku
Pada langit, luaskan pandangku ‘tuk buka butaku
Pada bumi, kuatkan cagakku ‘tuk raih damaiku

Dalam derap pertapaan,
yang renta merenda hari
dan aku takut bermimipi


                                                          /Silampari, 11 April 2012-2:16AM



RUMAH JINGGA

                           
                          ternyata rumah ini selalu dibiarkan sepi
                 baiklah, akupun akan akan  beringsut
 setelah sekian lama menunggu
                  dalam irama waktu yang terus berlalu
maafkan atas segala salah
                 yang telah terukir di dinding-dinding waktu
 yang kuyana berharap
                           sebagai lentera dalam kusam yang merapat sendu
                    aku salah dalam bermimpi
                di persimpangan  diri memang harus memilih
    dasyatnya gelisah yang bernaung di palung hati
 tak seirama dengan derapmu
                yang sekilas membayang mengores warna pada langit jinggaku


                                                                                          /Lubuklinggai,7 April 2012



AKU TAK MAMPU


sudah kutepis segala rasa
yang berpaut teguh dijantungku
karena ku tahu,
degupnya tlah pupus bersama angin

telah kutepis segala harap
yang kuuntai indah lewat kata
pengisi hari-hariku
mentoreh  setiap lembar waktu

aku tak mampu
 menepis pedih di palung dadaku
yang menghentak-hentak
rindu padamu



/Kualo, 15 April 2012


PANTAI CINTAKU


Pantai cintaku. Kulumat engkau dengan pandang rabun yang mengais perihbernyayi bersama ombakmu yang berdebur. Kudekap kau dalam-dalam. Karena hanya kau yang tahu, menyimpan segala kenangan yang bergulir di setiap pasir putihmu. Camar yang mengepak, biduk yang bercanda,  debur ombak yang membuih ,  menjilat bibir pantai, yang berpasir putih,  kulumat dalam-dalam, demi asa ku yang terpupus.

Pantai cintaku, sebatang filter yang menyelip di bibirku yang bergincu, meliuk jauh, melambung menembus awan, menari dalam irama yang tak ku tahu.







/Koalo, 15 April 2012

Jumat, 13 April 2012

AKU INGIN KEMBALI PULANG

AKU INGIN KEMBALI PULANG

Setelah jauh aku tersesat: Menyusuri pekat hitam rimba angan, semak yang menjerat sejuta impian, arus yang menggerus nafsi birahi. Izinkan aku kembali pulang. Tak sekedar menyandarkan kening tipis dalam ruku’ dan sujud. Namun kuingin hirup wewangian kesturi, menyeruput susu di sungai Jannah, yang menyembul di antara Marjan penghias sisi Firdaus yang maha. Izinkan aku pulang, sebelum selembar mori membalut tubuh dosaku, mengantarku ke pintu liang keabadian. Menanti akhir peradaban. Atau serunai sangsakala membangkitkan seisi perut bapak ibuku.

Silampari, 28 Oktober 2010


SESIAPA: SATU HINGGA LIMA


Jika ilalang eggan meliuk. Biarkan kembang kapasnya menyisir angin untuk bertanya entah pada sesiapa; Satu. Wahai! Masih adakah bulu perindu, atau decak tokek di pohon randu, atau ciap anak pipit di pucuk-pucuk nyiur yang tersedu. Dua. Wahai! Masih adakah gamang kromong menyisip di beting tebing, atau wawaca Sang juru tapa, atau karawitan di lereng-lereng Kaliurang saban pagi. Tiga. Wahai! Masih adakah singkap jendela meski penuh bercak darah yang siap terulur tidak saja beriring doa, namun menunas dan berbunga menyatukan jemari dalam kebersamaan kata: Kita saudara! Empat: Wahai! Masih adakah gaung istighfar, menguntai menjadi lembar-lembar tobat menujuki kita pada buhul keimanan. Lima. Wahai! Masih adakah tergaris sajadah, demi pertapaan yang kikis menggulung untuk kita kembali membentangnya, menjadi sajadah membuka tabir amarah. Karena kita terlalu jauh merantau pada kampung kesalahan.

Silampari, 28 Oktober 2010

TAKDIR


Masih ingatkah dikau bagaimana ketika Adam dan Hawa dipisahkan?
Berabad mengembara dalam sesal dan cinta
Merenggang langkah
Membuka tabir kehidupan baru untuk manusia

Bukan tabir cerita baru tentang kesetiaan nenek moyang manusia
Di padang dadaku pun menyemak tentang cinta
Meski tetap ku katakan,
Takdir lebih berkuasa atas asrat segala

/Lubuklinggau, 23 Juli 2011


BIARLAH


Bias rautmu lentik menari
Menyisir sisi beting dadaku yang semak
Haruskah ku tikam dengan gulana
Padahal ia pernah lahir dalam bening cinta dan air mata
Ah, biarlah
Ia bersemayam dalam luka


 /Lubuklinggau, 23 Juli 2011

Add caption


KESAH


Pada dinding, cadas, dan hutan.Tlah kurangkai dalam keluh. Sepuh. Tentang pertapaan hitam nan panjang. Hingga kukencang berlari. Menembus dinding, cadas, dan hutan. Menjadi titik-titik bias yang akhirnya lenyap, dan jua angin bening menimpas. Pada dinding langit, awan, dan air. Tlah kuukir dalam peluh.dan sesak penuh. Lama. Tentang asa. Hingga kukulum kuncup, lumat. Menembus langit, awan, dan air. Menjadi titik-titik bias yang akhirnya lenyap, dan jua angin bening menimpas. Pada Arasy, kuteriakan sgala yang kurangkai, sgala yang kuukir, sgala yang kulumat, sgala penerimaan yang tak, sgala kepasrahan yang tak, kepatutan yang tak, hingga menembus lapis langit ke tujuh, pada lapis malam ketujuh, pada hitungan yang ke tujuh, dan tersungkur pada dasar kutuju.Ach!



/Lubuklinggau, 26 Juli 2011



INDONESIAKU


Indonesia
Lahir diantara simbahan darah, air mata, dan nyawa
Indonesia
Adalah karya besar para kesuma bangsa
Aku,
Kau,
Adalah pewaris tata nusantara

Enam puluh satu tahun sudah*
Indonesia terbungkus kata ‘Merdeka’
Bukan usaha muda
Namun apa yang kini berwarna?
Pekik merdeka!
Terbenam dalam suram
Pertiwi berguncang….!! Berguncang!!
Jerit pahit mengambang di seantero jagad raya
Makin menjelaga di langit merah
Indonesiaku menangis dari Sabang sampai Merauke

Oiii….engkau yang menghirup udara tanah persada
Mengais rezeki di bumi pertiwi
Mengaku sebagai anak negeri
Pewaris tatah tanah ini
Tapi “Menjadi budak di negeri sendiri”
Merdekaku hilang arti

“Padamu negeri
Kami berbakti
Bagimu negeri…., jiwa raga kami….”

Alunan syair suci berubah hitam suram
Karena makna merdeka penuh jelaga

Indonesiaku….
terseok renta karena wajah miskin dan kebodohan
kian hari kian berona
maafkan kami kusuma….
Kami belum kerja apa-apa!

Salam perjuangan!!
/Lubuklinggau, 20 Agustus 2006

*sesuaikan dengan jaman.



TELAH KUTEGASKAN

Untuk kesekian kali kutegaskan
telah kuhapus remahremah yang berserakan
agar kupuas
demi rasa yang terasa
demi waktu yang menghantu
demi mengubur asa yang berlalu
telah kukibaskan bebauan,
wewangi beraroma bagkai

untuk kesekian kalinya ku katakan
jangan kau kenang aku
karena benciku tlah mengukir waktu
yang menari kelabu
hitam berdebu

/Lubuklinggau 'Nov 2011



HATI NAN TERCAMPAK


Fajar nan merah
Membias indah di sela cakrawala
Begitu indah
Begitu damai
Begitu ceria
Namun angin berhembus membawa mega
Menembus duka
Mengukir nestapa
Menembus derita
Kabut kian hitam menebal
Gelap,
Semakin pekat

Duh mendung yang kelam
Kenapa kau campakkan aku?
Yang melambung d iantara tunas awan biru
Ah!
Adakah hidup ini telah kandas
Kandas dalam alunan derita
Kini
Tiada lagi tampak rona kutemui
Tiada lagi cahaya indah menyelimuti
Sunyi semakin ranum menggelayut diri
Sepi semakin galau merayap diri
Kini,
hati ini tercampak lagi


Agustus'88

MUSKIL


Sulit tuk di tafsir
Kala kabut datang berganti siang
Aku terkesima
Akankah datang keabadian
Yang memeluk erat hari-hariku
Bersamamu
Aku meragu
Kabut hitam membentang luas dihadapanku
Akankah terkuak dengan satu kehangatan dihamparan kerikil muskil
Tuhan
Izinkan aku tuk pungut memoriku masa lalu

/Des'2007



UNTUK SEBUAH RASA*303

Di sini..
Pernah terukir satu kenangan indah
Diantara temaram jingga
Riak gorden di sisi jendela
senja mulai berpagut,
langit mulai berpaut,
Meniti larut
Berdesir …
Menyanyikan angin dingin
Menyusup ganas ke dalam sumsum

Dalam tatapan mata rabunku
Kupungut satu 'arti' yang tak ku mengerti
pelukan hampa terkapar tak berdaya.
Entah mengapa?

Disini,
Pernah terukir satu kenangan manis
ketika dinding-dinding menatap kaku
dan temaram lampu mulai berlagu
meniti hari
mengukir mimpi
dalam tatapan rentaku
ku genggam satu makna
elusan mesrah terkapar
antara rasa dan logika
….mengambang diantara dosa….

/November'2007

ANGIN NOVEMBER

Angin November
Membentang seluit pekat hitam
Tubuh rentahku berguncang
Memaknai setiap langkah yang tertinggal
Aku tak mampu kini
Ketika jejak-jejak kaki menari kembali
Meragu diantara hitam dan putih
Alangkah sulitnya
Untuk sebuah asa yang tercipta
Mengais renta dipadang ranggas
Lama
Terkapar tak berdaya

Di tengah renyai yang mulai rapat
Kuncup mengembang
Antara mekar dan tidak
Merangkak mengais sepi
Menggapai mimpi dalam sunyi
Mimpi yang terkubur bangkit lagi

Angin November
Merona warna-warni
Antara hitam dan putih
Bangkit dan terkapar lagi
…………………..
/November'2007

NISTA


Tajam menghujam di kerling matamu
tak buat ku geming
pada nista yang pernah kau tabur
biarlah kucabikcabik
agar hilang segala rupa
dan kau pun tiada

/November'2011


INTERUPSI, TUHAN

INTERUPSI, TUHAN

Tuhan, interupsi
Hari ini tak henti kami memohon
Di altar berkahMu yang maha suci
Ketika perang, dan angkat senjata merajam nafsu birahi

Kau sanding moleknya zamrud khatulistiwa
Berbungkus Ramadhan dan dirgahayu negeri tercinta
Bertabur bunga dan wewangian surga
dari Sabang hingga Marauke

Interupsi Tuhan
Meski berbias wajah malu
Dan ingkar tak terbilang
Di teras rahmadMu yang suci
Tak henti
Mengais ridhoMu yang maha itu

/Lubuklinggua Akhir Sept'2011

MANTRA UNTUK INDONESIA

MANTRA UNTUK INDONESIA

Gammm…taktarau burung pintau
Hitam sabit hitam meliang
Gelumpai mayang betajuk gelang
Hup! Jungjerujung kalung jelai
Jelai batu tumbuh di sawah
Sebilah kasau sekulit pulai
Guruh di ulu dijuluk galah
Hmmmm…gamm taktarau…
Taktarautak taktarau

Ku gerai sehelai mantra
Karena hitam telah keruh pekat
Menjaring hari yeng berhari
Mengais bulan yang berbulan
Hingga legam lebam dalam ratab yang tak bertepi

/Lubuklinggau, 28 September 2011

BAPAK PRESIDEN


BAPAK PRESIDEN

Bapak Presiden yang terhormat,
berapa pancang kau tancap tiang
menyangga garuda yang terkulai
berapa bila kau asah belati
penyembelih pahlawan;
yang merayap ke negeri seberang
mengais sampah untuk makan

Bapak Presiden yang terhormat,
nyalihmu tak sebesar kutu kasur
yang kenyang penghisap darah
menancapkan taringtaring halus
rakus!

Bapak Presiden,
terpaksa ku akui jua
kau tetap bapak Presiden
yang pandai main petak umpet
di balik pagar-pagar rapuh

/Lubuklinggau, Oktober 2011

CERITA UNTUK TUN 1

(i)
Tun,
Andai angin sedikit saja berkabar
betapa kuingin diperdengarkan lagu cinta
yang pernah meliuk sahdu bersamanya
menari di lentik sinar mentari pagi
mengalir...menyisir telaga hati yang bening..

(ii)
Tun...lihatlah
matahari masih terang bersinar
mengendus gemawan hitam
menjentikkan jemari kehangatan,
menggerus mimpi terpulas dalam diam

Tun
Biarlah kutatap dan kujilat,
endusan angin yang datang dari buritan
menjajahkan kidung lawas yang lama berkubur
bersama pucuk-pucuk pinus yang tumbuh liar
bersama tiang-tiang yang terpaku diam
bersama biduk, dan kepak camar yang kian datar

Tun
Haruskah aku menukik buih
Yang datang menggeliat, bersuit, mendesis dan terdampar
hingga pupus...
bersama langit
yang entah kan berwarna apa

/Lubuklinggau, 18 Des 09/ 1 Muharam 1431

CERITA UNTUK TUN 2


(i)
Tun..
bila kelam mengkerudung bumi
Menaburkan kidung satwa yang berderik
Biarlah kupandang langit
Kan ku hitung gemintang
Pengantar lelapku yang tak kunjung datang

Tun
Bila angin kembali berhembus
Menelisik nadi yang kian kering
Biarlah aku menangis
Kan kurenda duka hingga ke tepi
melingsirkan makna terperi

Tun
Saat ku jaga,
aku tak inginkan lagi temali menguntai
menjerat pautan yang jauh terputus
Ingatkan aku Tun,
Jika aku berada pada sisi ombak
Yang datang menirbuih
Mengkidung hasrat
menggamit riak
menjilat mimpi yang lama hilang

(ii)
Aku tak inginkan pekikikan camar, Tun
Karena aku rindu kesepian
Aku tak inginkan desau angin, Tun
Karena aku rindu keheningan
Aku tak inginkan awan, Tun
Karena aku ingin pulas diam

(iii)
Tun
Biarkan aku bersendiri
Mengukir hari
Kan kulukis pasir dengan warna hati
Membiarkannya menguap
Atau melesap ke bawah laut

(iv)
Tun...
Bila senja tiba
Biarlah pantai ini tetap bercerita
Tentang sunyi yang sepi
Tentang gelap yang pekat
Tentang riak yang berombak
Tentang alam sunyi, menggeliat dan hitam pekat

/Silampari, Akhir Desember 2009

PENGADUAN

PENGADUAN

Tuhan, jangan palingkan aku pada bias pias
yang hanya membuat dinding-dinding waktuku menjadi kelabu
aku hanya ingin rengkuh diriMu
yang datang dan pergi dan tak teraih


HAMPA


Tlah kuuntai segalanya dengan titik air mata
dan desah yang terpotong
karena dadaku kian kempis
menahan gejolak yang timbul tenggelam di laut waktu..

Lubuklinggau, 2011




BERMIMPI

Aku bermimpi pada ramahmu
yang tumbuh di tengah semerawut asap dan debu
di antara derai pion-pion
kusapu,
menyumil raut wajahmu nan teduh itu

Di landasan Soekarno- Hatta
kujinjing lentiknya harapan yang mulai pupus
meragu
ach, mimpi adalah mimpi
yang sengaja menari
membiarkan aku berpanggang diri

/Jakarta, 4 November 2011

SUDAHLAH


Ai..sudahlah
takkah kau dengar sumbangnya gementing angin
yang lalu lalang mengibas hidungmu yang bangir
menyusup di ruang dadamu yang mulai getar
dalam ragu

ai sudahlah
tak kah ingat takut pada perihnya derai ombak di buritan
membuih
lalu hilang tak berbekas

hanya camar nan menukik
menggoda matamu nan berair
lalu membiarkan gemasah gelisah
menyemak, tak bisa keluar

/Jakarta, 5 Nopember 2011


GELIAT MALAM


Geliat malam
mengintai nuansah kelabu
bukan karena rindu...

di tengah sengak aroma parit
kubiarkan kekunang bernyanyi,
mengusir sepi

Daun jendela lah tersingkap hingga ke betis
mengukir ulasan di bibir hampa
ow, kau anggap aku apa jalang?
hingga kau kaparkan aku dalam rerumput menunggu?
dan menunggu syahdu

/Jakarta-Dini hari 6 Desember 2011

GELATIK PAGI HARI


Gelatik yang bernyanyi pagi ini
adalah dingin yang diam menyusup pori
kutepis dengan sebutir angin
dan sebatang janji
bak menampar ilusi
kuingin bianglala datang menghampiri
lelehkan kegilaan yang datang dari bongkah hitam di dalam bumi
Duhai,
jangan biarkan semerawut debu membalut tubuh
karena setumpuk warna putih selalu setia menanti
di sana
Biarkan gelatik berkicau kian kemari
karena kicaunya hanyalah persinggahan sepi

/Jakarta, 6 Desember 2011

OH TIDAK


Oh tidak!
aku telah berjanji pada angin, air, hutan , bumi dan langit
tak kan kuberikan sekuntum melati pada jalang yang melalang
telah kupahat atas nama Tuhan pada diding hatimu
yang berkelambu putih dan berbantal bersih
disana kita memadu kasih;
meski usai sarapan pagi

Oh tidak!
aku telah berjanji pada jernih palung di dadaku
di sini hanya ada kamu dan bunga-bunga kecil kita;
yang senantiasa tersenyum menyapa..
'hantarkan kami dewasa bunda"
kau dan aku pun sama melempar tawa
pada canda cantiknya bunga dan kumbang di taman kita
yang telah kita gali enam belas tahun lamanya

Oh tidak!

/Jakarta, 6 Desember 2011

BIAR SEDIKIT SAJA


Biar kupinjam senyummu sedikit saja
untuk menyapa pagi ini, sayang
karena gurat wajahku telah hilang kemarin
dirampas kamufalse kotamu yang ber-make up tebal
karena awasku telah hilang
berbungkus munafikmu
yang tumbuh, bertunas, berbunga dan mekar

Biar kupinjam senyummu sedikit saja
untuk kusunting pagi ini sayang
karena getar di dadaku makin mengkerut
direjam kebohongan debumu yang tebal

/Rawamangun. 7 Desember 2011

SEGELAS KOPI

SEGELAS KOPI

Segelas kopi hangat ku hirup sore ini
mengusir rinai nakal
mengurai memory tentang kau
yang ranum menggairahkan

haruskah aku menangis?

Oh tidak!
keyakinan akan takdir yang terbentang
adalah jaritan yang kita sulam hingga ke tepi
terima atau tidak kita kan sua jua
pada diding akhir arti hidup

Segelas kopi hangat sore ini
meliuk rindu padamu
yang dekat namun jauh
Oh,tidak!
aku dapat kirimkan beruntai doa
yang sengaja kurangkai bak melati dini hari

/Lubuklinggau, 18 Desember 2011

* Selamat Jalan guru, sahabat, saudara, abang ; Drs. Trisman, M.Hum-Kepala Balai Bahasa Sumatra Selatan, Berpulang Ke Rahmatullah, Minggu, 18 Desember 2011- di Jakarta.
Semoga Allah hapuskan segala dosa, dan menempatkanmu di tempat yang indah-Jannah.

PADA RATNA WATI


Pada langit yang putik
Sengaja ku kirim angin
’tuk menyentuh dinding dadamu
yang jauh,
dan setangkai senyum
pada kelam nan mulai naik

Pada bintang yang bermekar
ku petik secuil arti persahabatan
’kan kupersembahkan dengan lapang terbentang
dan canda tulus
yang menari meniti waktu yang terus meliuk

Pada awan, langit, angin, dan bintang
semerbak ratnamu menyemai takzim
hingga kupilin kata
dalam doa ’tuk warnai 43-mu yang indah

Silampari, 21 Januari 2012

*Selamat Ulang Tahun, semoga berkah jua berlimpah ’tukmu dan keluarg

BERITA UNTUK GURU

Guru, kau dengar
Derap langkah kerap penuh harap
Menguntai sepanjang hari
Menunai seribu pandu
Menghiasi persada pertiwi dengan pasti

Berjuta kanak menagih janji
Menyisir setapak lereng-lereng gunung,
Bukit, dan semak berduri
Tak surut semangat yang tumbuh untuk secuil abdi
“menggali ilmu”
Yang terurai syahdu lewat bibir-bibirmu yang merah jambu

Jilatan kemunting kasih nan berwarna biru
Pencerah isi kepala yang kerap beku
Ingin tahu
Dalam irama ajar yang kau ramu

Guru, dengarlah
Gemerincah celoteh redu redam di laman ilmu
Menunggu, torehan guratan-guratan pasti lembutmu
yang mengalir bak sumur
Menguyup
Hingga lecah berwarna gepita

Guru,
Mereka datang dalam haus
Melata dengan sayap yang terbentang
Menyongsongmu,
Untuk bentuk jiwa garuda
Berkalung panca yang gagah
mengisi serpihan kemerdekaan
yang terkekang dalam guratan hitam

Guru, kau dengar, lihat
Mereka melata menyisir setiap lereng negeri
Berbakul memangkul harap tanpa ratap
Nafas jengah mereka mendesah
Berburu menendang waktu yang kian sarat, berharap;

tumbuhkan tunas moral di benak kami, guru
Karena prihatin kami yang meng gunung
Berbalur resa dan cemas sangat
Bekali kami mental baja, jiwa patriot, guru
Agar tak gentar kangkangi masa depan kami yeng kian sempit berbelit
Ajari kami guru, meski hanya secuil ilmu
Agar kami berdiri tegak jadi manusia beradab

Oo..Kau dengar guru?
Kibas senandung puji dan asa
Tumpah dalam ruah
buncah dalam irama kasih
mengalir hikmat dalam lagu,
betapa mereka cinta pengabdianmu;

Engkau bagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk
Dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Pembangun insan cendekia *

Guru,
Jangan biarkan gema cinta dan asa
Membuat engkau lupa pada amanah
Karena nasib dan masa depan
Telah tergadai pada ambisi hitam yang menghadang garang
Tut Wuri Handayani bukan selogan
Penghias pamlet, dan buku-buku pendidikan
Guru,
Sayap-sayap muda yang mengepak dari segala penjuru
Bertabuh ratap sejuta harap;
Tumbuhkan mental santri, bukan mental korupsi
Bentengi jiwa yang jernih, bukan jiwa kering keji
Dampingi hingga ke gerbang cita, bukan ranah berhias dusta
Guru,
Lembah Jamrud Nusantara
Terjulur tangan-tangan setia
Menunggu torehan halusmu
Karena cita dan moral tertulis pasti di setiap pundakmu

/Lubuklinggau, 3 April 2012

*Himne Guru

Rabu, 11 April 2012

LUKA


LUKA

Denyut bumi semakin kempis. Tak lagi memberikan kehidupan pada aliran nadi, karena semua telah terkeruk dalam tangis pedih. Yang mengores setiap kedip mata bahkan mengeluarkan darah dan nanah. Duh! mampukah kening ini menengada? Menatap langit yang selalu berwarna jelaga? Atau dibiarkan terkulai pada satu tatapan sayup kehampaan pada setiap ceruk yang berwarna hitam.Air mata telah surut. Tak sanggup mengalirkan bening kepedihan. Kecuali senandung  pasrah pada penerimaan yang tak. Menggiring bangkai sepanjang lereng Sleman hingga pesisir Mentawai, pun tergelincir pada peneriamaan yang tak .



     Silampari, 27 Oktober 2010


TAHAJUD



Ya Rabb….
Kalbuku luluh pada tasbih, tahmid dan tahlil yang kurangkai
Menyeruak diantara langit biru
Kusemai dalam temaram
Saat mentarimu tertidur lelap
Kuraih satu kekuatan baru di ujung lafas imanku
Aku hanya ingin milikiMu ya Rabb,
Miliki kekasihMu Rasul yang suci
Ya Rabb…
Naungi kalbuku yang kotor dengan cintaMu
Naungi kalbuku yang buram dengan NurMu
Naungi kalbuku yang hitam dengan rahmatMu
Naungi kalbuku yang bewarna dengan kasihMu

Ya Rabb…
Kalbuku luluh kala mengahdap di pangkuanMu
Kutebar pada dini hari
Sebagai pengakuan hambaMu yang dhoib
Sebagai pengakuan hambaMu yang hanya pandai menengadah dan menegadah

Ya rabb...
Berikan hamba kekuatan demi mengarungi takdir yang kau gariskan...


                                                           Dini hari, April 2008






WARNA WARNI


Langkah tersungkur
Bangun diantara jeram curam
Angin berhembus…
Semilir, dan kencang silih berganti
Menabur warna warni

Alangkah buram cermin ini
Melukiskan raut hitam
Hadir di sisah nafas renta
Membentuk gelombang asing
semua tak ku kenal
semua berwajah buram
duhai
Kala kuurai dalam perjalanan panjang
Semilir dan kencang
                   Menabur warna warni


                                                                                                              /Maret’08 

 


GARIS PANJANG


GARIS PANJANG


Langit nan terang
Melukiskan nyanyian panjang
diantara gelombang awan
impian menari riang
dalam hentakan yang tak jelas

Diantara irama nyanyian satwa malam
Kutanam satu impian buram
yang terbentang tak jelas
Samar diarakan pekat
Mengental dalam satu harap

Ai…
Gambaran “takdir” bergaris panjang
Sungguh ku tak hendak!!
Melangkah asing diantara usia merangkak renta
Jiwa menangis,
Memberontak tak berdaya
Mengapa ‘jelaga’ jua nan ada
Tak adakah sela ‘tuk ku bersandar manja
Tak berdaya pada satu titian yang terhadapi
Menangis tanpa air mata
Ah, kembali padaMu jua yang punya kuasa
Merangkai perjalanan nasib anak manusia
Yang hanyut pada satu ‘dosa’?
Menuntut satu hak yang sengaja tergadai dalam uraian waktu nan panjang

 
Ai…
Lukisan “takdir” bergaris panjang
Sungguh ku tak mau!
Melangkah diantara keinginan satu padaMu

Kalbu terseret,
Pada langkah yang tertahan pahit

Dalam hentakan nafas yang tersisi
Entah seberapa jauh,
Adakah ‘kan terisisa sisih indah sebagai hikma?
Demi nubari yang lama terkubur gunda
Demi mimpi yang lama terbenam resah
Demi harap yang lama terjerat lara

Ai….
Lukisan “takdir” yang terbentang panjang
Ku ingin lurus tanpa cela
Demi cinta Murni yang kau tebarkan harum dihamparan ayatMu Yaa Allah
Dan aku ingin tanpa dosa



***


             
                                                                                                  /Awal Maret ‘08


TUHAN ( 1)



                                       


Tuhan…
Kau hadirkan cinta menyemak dalam dada
Kau hadirkan cinta membuatku mabuk gelisah
Kau hadirkan cinta berbunga merah
Kau hadirkan cinta indah berwarna
Tuhan...
Haruskah Kau cemburu
Pada hamba yang ingin menggapai sekelumit nikmatMu
Haruskah Kau cemburu…?
Karena makhlukMu yang ingin melawan takdirMu
Patutkah  Kau cemburu
Karena aku sanagat mencintai makhlukMu?
Mencintai duniaMu
Mencintai makna CintaMu
Mencintai ….sekelumit benih yang kau sebar
Hanya untuk menghias perjalanan nan singkat..

                                                                                                                                            /Akhir Pebruari’08

KAU RABB*


KAU RABB


Rabb…,
Haruskah kutiti hari tanpa makna
Ketika kalbu gelisah dalam diam
Mengukir kelam
Pada satu cita yang tak berbatas
Pada satu cita yang tak berwujud
Pada satu asa yang tak terjawab
Rabb…
Dalam gelisah,
Kuraba kasihMu yang terbentang luas
Pada qodo dan qodar yang tergariskan
Yang harus kutiti tanpa kekuatan
Rabb,
Akankah Kau biarkan cintaku padaMU terpendam diam tanpa wujud?
Akankah Kau biarkan harapku mengekal pada sisa jasad
Dan pada akhirnya melebur dengan tanahMu
Dapatkah kau luruskan takdir..
Atau Kau ratakan
Atau Kau benamkan
sehingga aku harus kembali mengakui bahwa Kaulah miliki segalanya?



                                                                         /Akhir Pebruari’08
                                                                                                      


ALLAH BERCANDA


       ALLAH BERCANDA

Kau kembali bercanda Ya Allah
Kala ku ingin menari di awan biruMU
Kau kembali bercanda Ya Allah
Kala ku ingin seteguk anggur merahMu
Kau kembali bercanda Ya Allah
Kala ku ingin merengkuh secuil duniaMu
Kau bercanda lagi Ya Allah
Kala ku ingin;
         Menari di awan biruMu
         Meneguk agur merahMU
         Mereguk secuil duniaMu

Kau bercanda ya Allah
Menertawakan badut-badut kecil buta mata
Menertawakan badut-badut kecil buta telinga
Menertawakan badut-badut kecil buta hati
Menertawakan badut-badut kecil yang tak tahu diri

Kau bercanda lagi Ya Allah
Dalam skenario ayat-ayatMu yang tak terbaca
Dalam lemah lembut tegur  sapaMu yang tak teraba
Kau bercanda lagi Ya Allah
.....Aku suka....
                                                                                /Januari,2008

TUHAN (2)


Tuhan
Dalam perjalanan panjang
Kuraup semua nikmatMu
Ku rangkaul semua rahmatMu
Kupeluk tanpa jedah
Ku puji Kau dalam takbirku
Ku rayu Kau dalam tahmidku
Ku kecup Kau dalam tahlilku
Tuhan....
Dalam perjalanan panjang
Kau ukir hidupku warna warni
Kupungut satu ceria ronaMu
Ku peluk tanpa jedah
Ku rangkul Kau
Ku rayu Kau
Ku kecup Kau
Dalam untaian doa panjang...
Tuhan....
Kekalah untuk sebuah hati yang rindu kekalMU


                                                          / Lubuklinggau, Okt’2007

RABB *Pengakuan


                                                             

Rabb…
Ketika detak jantung enggan berdeyut
Kuraih satu cinta  dariMu
Dari lemah lembutnya jemariMu
Dari lemah lembutnya senyumMu
Dari lemah lembutnya sapaMU
Dari lemah lembutnya tegurMu
Ku ingin mencumbuMu dengan mesrahku

Rabb..,
Dari hentakan nafas yang enggan berdetak
Kuraih satu harapMu
Kuraih satu pintaMu
Satu asaMu
Satu rinduMu
Satu ultimatumMu
Rabb…
Hukumlah aku dengan cintaMu
Cambuklah aku dengan kasihMu
Pukullah aku dengan sayangMu
Bunuhlah aku dengan  lembutMu

Rabb
Dari raga nan enggan berdaya
Kuingin segerah berlari
Menyongsong mesrah dalam pelukMu
Bercumbu gairah dalam kasihMu
Dan aku kan tidur dalam kekal itu
Bermimpi indah bersama sorgaMu
Rabb…
Raihlah aku dalam dekapMu…

                                                            /Akhir Desember’2007