Waktu jua yang berbicara
ketika jalan setapak di hadapan kita pernah
serut
dan kita tak pernah peduli tentangnya
lalu
di ujung waktu angin gelisah itu berhembus
mengelus setiap perdu yang kering
lalu
tangan kita gemulai menari
membelai
dan berharap perdu kembali bergairah melahirkan tunas
lalu pada hitungan ke dua puluh satu kali kedua
langkah merapat
mengukir
jejak-jejak di jalan yang menikung
menjadi
prasasti kegelisahan yang sengaja kita ciptakan
.@Catatan Senja 23/4/2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar