(Syair)
Tuan
puan bijak bestari
Sahabat hati
pelipur lara
Dari Sumatera
datang ke mari
Hendak
berbagi kisah nan lama
Sepincang langkah menuju kampung lahirku
berbenak-benak kulukis dalam rupa;
tentang tadut dan ringitnya yang gayaumayau
tentang senjang dan rejung yang menggayung
tentang mantra yang
terlupa
tentang syair,
andai-andai , memuning yang hilang makna
(Rejung):
Kayu
aghe iluk ndek tiang
Bebuah sutiq
lah umban pule
Amu lah
lengit seni sebatang
Oi enduk
badan kah jangkap pule
Mak, rejungku
munguap di bukit-bukit
Karena rimbun daun telah berganti menjadi ladang dan penghunian
Terhempas di dinding-dinding tembok
Berirama chachachichi
Jauh
Tanpa derai batang hari
sembilan yang mendayugayau
Tanpa derai merairai
Gamang antara hati dan peradapan
Mak, tadut kita menyelip
di ranting-ranting
Terdampar di batu-batu
Di lereng, bukit, gunung, di semak-semak teh
menghampar kering menggeranting
Lalu
Jejak-jejak membawaku pulang, menggunung gelisah;
Berbakul,
berkinjagh, berurungan
Aku takut mak, setahun sepuluh tahun seratus tahun
Dindang dusun nyelayak
tak tahu tujuan
hilang
(Tadut):
Empuk aku lah
tekelap panjang .Tadut sutek lah dek tedepang
Lah diq
teghingat ngah pesan bapang. Jangan lengit seni dikale, empuk lah sampai ke
negeri jeme Nghindu ngah dusun makitu pule, pesan nining janganlah lupe;Langkah
pincang panjang-panjang, batak baliq kandiq diqberdiq. Jurai Besemah makitulah
pule, jangan lekang li kene panas, jangan lapuk li kene ujan. Dimane bumi
dipijak, disitu pule langit dijunjung itulah pesan nining di kale
Oiii...Mak
Aku harus melakukan apa, jika senyap bumi telah berubah?
Haruskah aku menangis,menjerit, berteriak selantang-lantangnya
Di atas bukit Barisan dan gunung Dempo yang kehilangan
keperawaanya
Kehilangan keangkuhannya
Tertunduk mengulai di tangan adik-adikku yang durhaka
Atau ini salahmu, Mak
Mengapa hanya menjadikan rejung,
tadut, dan ringitan, sebagai andai-andai pengantar tidur
Hingga kami tak kenal lagi langgamnya yang gayaumayau?
Hingga kami hanya kenal nama dan maknanya
Hingga kami hanya berkata dulu, disini subur lisan kita;
Dipakai dalam bagu’an
dan kelayuan
Kaya falsafah tentang hidup
Syiar-syiar pencerah jiwa
Itu dulu
Dulu sekali, Mak
Jejak-jejak pulangku
Kubawa sebakul lisan
dusunku, tanpa kijagh atau bake ghunghungan
Karena semuanya hanya tinggal kenangan
Mak, aku pulang
/Pagaralam-Besemah,
21 April 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar