Selasa, 23 Juni 2015

ANGELINE NAMAKU



 
Namaku Angeline, aku tak  pernah mengharapkan lahir dari rahim kemiskinan bapak ibuku. Tak kupinta untuk hidup menjalani masa kecilku di bawah tekanan dan derita. Apalagi menjadi tumbal nafsu binatang dari orang-orang dewasa di sekitarku

 Angeline namaku, gadis kecil dan kotor, hidup sekandang dengan hewan. Aku tak sempat menikmati mimpi-mimpi kecil masa kanakku; bermain boneka, petak umpet, atau bercanda dengan kawan-kawan sebayaku.  Saban hari aku harus bergumul dengan pakan ternak  orang tua yang mengaku ibuku. Ibu yang tak pernah kurasakan hangat rahimnya. Kecuali menganggapku sebagai parasit, dan pekerja di rumahnya yang mewah.

Akulah Angeline. Yang membuat catatan hitam di negeri yang bernama pulau Dewata. Pulau surga yang berangin lembut, berpantai indah,  berlaut teduh. Negeri para dewa dewi  yang menghamparkan bebatuan, menggerlapkan dolar. Negeri yang membesarkan  aku hidup selayak sampah, berlumur kotoran ayam yang kukikis dari jemariku yang kecil

Namaku Angeline,   gadis kecil berambut lurus, berbola mata hitam. Aku tak pernah dapat menolak hidup yang menakdirkanku pada tekanan yang tak kupaham. Mahkota kecilku dirampas, akupun dibiarkan membusuk di bawah pohon pisang, di liang kecil dan melebam,  tanpa taburan kamboja, dan doa.  Hanya ciap dan kokok ayam saja yang menjadi saksi,  tentang kekejaman orang-orang dewasa, yang mengharapku tiada

Namaku Angeline,  selayak bidadari, semua mata berpusat padaku. Aku menjadi  canang yang merembes dari darah bekuku

Akulah Angeline, gadis kecil yang tak  mampu melawan takdir. Biarkan aku pergi.
Karena pintu surga lebih dulu menjemputku
Izinkan aku berlari-lari kecil di antara seribu bunga dan kupu-kupu.
 Ya, Angeline namaku




/Lubuklinggau, 19 Juni 2015