/1/
Bidadariku,hamparan padi di
sawah kita masih menguning. Kita nikmati riang pipit yang terbang ke sana ke
mari, berteriak gembira menyambut bernas padi. Di beranda dangau kita, kita
tunggu malam tiba.Karena kemukus akan
berbagi dengan cahayanya, dan hinggap di bubungan rumbia dangau kita. Maka
tersenyumlah.
/2/
Bidadariku, malam ini ku Ingin
kecup keningmu, membelai rambut dan punggungmu, lalu membiarkan tangismu
kembali tumpah di dadaku. Ini baru perjalanan kecil sayang, masih panjang tapak
yang harus kita titi. Tidakkah kau lihat perjak kecil yang hinggap di pohon
sawo halaman rumah kita? Meski tak dapatkan ulat dan serangga untuk dimakannya,
suaranya masih nyaring merdu, menyanyikan lagu alam terindahnya. Sebagai ungkapan
jiwanya yang tak pernah kosong. Mari, kita sujud.. Karena tangis yang paling
baik adalah tangis ketika kita bersyukur atas apa yang diberikanNya pada kita.
/3/
Bidadariku, tersenyumlah. Matahari
masih masih bersinar bukan? Meski sedikit mendung, namun tetap memberikan
kehangatan. Lihatlah. Burung-burung kecil di pucuk daun salak masih rincah
terbang ke sana ke mari. Meski pohon itu berduri, sang induk masih sibuk
membuat sarang di sela daun, untuknya bertelur, mengerami, lalu menetaskan
anak-anaknya. Generasi yang kelak akan menjadi penerusnya. Bidadariku, alam
telah banyak memberi pelajaran. Untuk kita. Untuk orang-orang yang berpikir.
Mari, kita melangkah sedikit saja, untuk membaca alam berikutnya.
/Silampari, 9 Agustus 2014